Poso kembali bergolak. Kontak senjata menewaskan 11 orang, termasuk seorang anggota Brimob. Konflik di Poso tersebut langsung direspons Wapres Jusuf Kalla yang menyatakan bahwa pemerintah mendukung penuh langkah Polri menyelesaikan kasus teror terbaru di Poso. Diingatkan juga agar berbagai pihak menciptakan perdamaian.
Banyak faktor yang bisa menjelaskan kenapa konflik di Poso terus-menerus terjadi. Ada faktor perebutan sumber daya ekonomi, kekuasaan politik, relasi sosial di tengah-tengah masyarakat, dan faktor hubungan antaragama. Semua faktor tersebut mendorong terjadinya konflik, dan menyulitkan terwujudnya perdamaian sejati yang menjadi dambaan banyak masyarakat setempat.
Jika dilihat dari faktor relasi agama yang memengaruhi konflik di Poso, maka kata kuncinya adalah toleransi. Jika toleransi hanya sebatas wacana dalam dialog antaragama, maka pidato pejabat negara dan forum-forum seminar tidak akan mengubah prasangka-prasangka yang tertanam dalam sanubari setiap masyarakat.
Dalam konteks inilah, pimpinan elite agama memegang peranan kunci ke mana biduk agama akan dibawa: ke arah konsensus yang mengarah kepada kesejukan dan perdamaian atau ke arah pertentangan, mutual distrust, dan kekerasan.
Pada dasarnya agama itu bersikap mendua (ambivalent): bisa sejuk, bisa juga beringas; bisa lunak, bisa juga keras; bisa damai, bisa juga perang. Karena itu tingkah laku, akhlak sosial-politik, dan fatwa keagamaan yang dikeluarkan oleh pimpinan agama akan sangat membentuk corak perilaku agresif atau non-agresif dari umatnya (M Amin Abdullah, 2005:5).
Karena itulah, spirit hidup toleran harus menjadi kesadaran bersama masyarakat, dari para elitenya sampai masyarakat akar rumput. Dengan toleransi, niscaya tidak akan ada lagi konflik atas nama agama, baik terhadap sesama agama maupun terhadap agama lain.
Namun, toleransi mesti diperkuat dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang adil dan sejahtera. Jika masyarakat sudah bertoleransi, tetapi tidak ada keadilan sosial, ekonomi, dan politik, maka tidak akan ada artinya usaha-usaha mewujudkan perdamaian.
Karenanya, Pimpinan Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya manusia (PP Lakpesdam) NU bekerja sama dengan European Initiative for Democracy and Human Right (EIDHR) Komisi Eropa kini berupaya mewujudkan perdamaian dengan jalan memperkuat toleransi dan menciptakan keadilan sosial. Adalah tugas pemerintah untuk lebih memikirkan pencapaian keadilan untuk mendorong terwujudnya perdamaian di masyarakat, dan tugas para pemimpin agama untuk mengampanyekan toleransi dan perdamaian kepada umatnya. (Khamami Zada, Staf Pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) ***
SUMBER: suarakarya-online.com
Dikliping Oleh Divisi Humas Forum Poso Bersatu
Email: posobersatu@gmail.com
Blog, Video, Lagu, dan Foto: http://posobersatu.multiply.com
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar