Jakarta, Tribun - Polisi menduga dua ledakan bom di wilayah Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), pada 6 dan 9 September lalu dilakukan oleh pelaku yang sama yaitu dari kelompok Hasanudin. Sebagian besar anggota kelompok lama yang sering membuat teror bom di wilayah Poso itu masih bebas. Polisi baru berhasil menangkap sebagian kecil anggota kelompok Hasanudin.
Namun polisi belum dapat memastikan identitas pelaku dua pengeboman di wilayah Poso tersebut. Dugaan polisi tersebut berdasarkan modus dan model serangan teror."Dari modelnya, yakni merusak fasilitas umum, kami menduga ini dilakukan kelompok lama. Di wilayah sana hanya kelompok ini yang bisa melakukan model kekerasan tersebut,"
jelas Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Paulus Purwoko, Senin (11/9).
Menurut Purwoko, ada beberapa sinyalemen yang menunjukkan pelaku dua peledakan bom di Poso tersebut berasal dari kelompoknya Hasanudin. Satu di antaranya dari cara kerjanya. Kelompok Hasanudin memiliki pola dan cara kerja yang menghalalkan tindak kekerasan, mutilasi, dan pengeboman."Pengeboman yang terjadi di rumah kecil di Tangkura, merupakan jebakan. Ini pola-pola umum yang dilakukan di Poso. Kelompok ini tampaknya belum puas dengan penyelesaian konflik di Poso," jelas Purwoko.
Menyinggung masalah kelompok Hasanudin, Purwoko menjelaskan dari 12 orang anggotanya baru tertangkap empat orang. Delapan orang lainnya masih buron. Diduga kelompok ini juga telah melakukan perekrutan anggota-anggota baru. Motifnya, menurut dugaan Purwoko adalah ingin membuat Poso selalu tidak aman. Mereka belum puas pada hasil perjanjian damai Malino.Dua bom yang meledak di Poso pascapergantian Kapolda Sulteng ini banyak yang mengait-ngaitkan dengan rencana eksekusi tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabian Tibo Cs. Bom pertama meledak di Desa Tangkura pada 6 September. Belum terungkap siapa pelakunya, disusul ledakan ke dua di Jl Tabatoki, Kelurahan Kawua, Kecamatan Poso Kota, pada 9 September.
Dilatih di Belanda
Ketua Forum Poso Bersatu, Rudy S Pontoh membeberkan konflik di Poso dilakukan oleh orang-orang yang sengaja dilatih di Belanda. Rudy menjelaskan, mereka dilatih oleh elite yang berkeinginan terus menjaga kekacauan. Rudy S Pontoh dan Kontras menggelar jumpa pers bersama di Kantor Kontras, Senin (11/9), bersama masyarakat Poso yang tinggal di Jakarta. "Permasalahan di Poso bukan terletak karena agama, namun ada keterlibatan pihak lain. Saya mendapatkan informasi, pihak lain itu berlatih di Belanda. Ini informasi sumber yang sangat dapat dipercaya,"ujar Rudy S Pontoh.
Ia menjelaskan, tujuan para perusuh Poso yang masih eksis dan berlatih di Belanda ini tidak lain untuk mengambil hasil alam di wilayah Poso dan sekitarnya. "Mereka terus mengacaukan Poso dan berusaha mengambil komoditi berupa kayu hitam. Ada pihak lain bermain dan saya sudah bertemu langsung dengan dua orang yang levelnya cukup tinggi. Ada kepentingan bisnis, ada kepentingan politik juga. Mereka bergerak pada situasi-situasi tertentu, yang dianggap perlu," ujarnya.
Tokoh masyarakat Poso yang berada di Jakarta, Eva Wilelipu meminta agar mereka yang bukan warga Poso untuk segera meninggalkan wilayah itu secepatnya. Permintaan itu terkait pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyatakan konflik Poso dilakukan oleh orang luar Poso."Pernyataan Wakil Presiden saya ikuti dari televisi, koran maupun radio. Beliau mengatakan, apa yang terjadi di Poso itu bukan lagi terjadi antarmasyarakat Poso tapi orang luar. Saya imbau para penegak hukum mengeluarkan para pendatang dari Poso," pinta Eva.
Bentuk TGPF
Dalam kesempatan itu, para masyarakat Poso di Jakarta juga mendesak kepada pemerintah untuk segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF). Hal ini perlu dilakukan untuk menyelidiki berbagai kasus kekerasan di Poso pascapeledakan bom 6 September lalu. Koordinator Kontras Usman Hamid menjelaskan, Wakil Presiden Jusuf Kalla dianggap tahu tentang permasalahan yang terjadi. "Kami minta penyelidikan ditangani langsung di bawah koordinasi Wapres Jusuf Kalla. Wapres Jusuf Kalla pernah menyatakan kekerasan di Poso bukan merupakan konflik komunal akantetapi oleh kelompok- kelompok kecil di luar Poso yang ingin menciptakan konflik tersebut. Berbagai kalangan sebenarnya pernah meminta dan mendesak hal ini, tapi belum pernah direspon Presiden SBY,"urai Usman Hamid.
Namun, Ketua Forum Poso Bersatu menolak dibentuknya TGPF. Menurutnya, sebenarnya pemerintah sudah tahu siapa dalang kerusuhan Poso sebenarnya. "Sebenarnya, saya ragukan juga kalau pemerintah tidak tahu siapa yang bermain di sana. Jadi, percuma saja kalau dibentuk tim segala. Selama ini sudah banyak data dan fakta yang dimiliki pemerintah. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana masyarakat mau bersikap tegas untuk mengungkap kasus tersebut secara tuntas," imbuh Rudy S Pontoh.(JBP/ugi/yat)
SUMBER: Tribun Batam 12 September 2006
Dikliping Oleh Divisi Humas Forum Poso Bersatu
Email: posobersatu@gmail.com
Blog, Video, Lagu, dan Foto: http://posobersatu.multiply.com
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar