Menelusuri Nenek Moyang Penduduk Poso

Diposting oleh Forum Poso Bersatu

KEBIASAAN mengubur jenazah di dalam gua bukan hanya dilakukan penduduk Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Gua Latea, sekitar 57 kilometer arah Selatan Kota Poso, atau 258 kilometer dari Kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah merupakan kuburan purba suku Pamona, penduduk asli Poso.

Nenek moyang orang Pamona itu, dulunya hidup di bukit-bukit, khususnya yang hidup di perbukitan Wawolembo. Sistem penguburan dengan menaruh jenazah di gua-gua itu, baru berakhir sekitar abad ke-19 Masehi. Gua ini pernah mengalami keruntuhan batuan sekitar lebih 2000 tahun silam. Gua Latea terdiri dari dua tingkat yaitu, di bawah, terdapat empat pasang peti jenazah dan 36 buah tengkorak manusia. Sedangkan, di atas, terdapat 17 pasang peti jenazah, 47 buah tengkorak dan lima buah gelang tangan. Kedua bagian ini pernah dipugar tahun 1994.


Cara penguburan zaman dulu masyarakat Pamona ini, sama seperti yang dilakukan di Tanah Toraja,Sulawesi Selatan. Memang, menurut Yustinus Hoke (60), budayawan Pamona, berdasarkan historisnya, orang Pamona dan orang Toraja masih memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat. Karena masih ada hubungan kekerabatan itulah, sehingga beberapa tradisi nyaris sama, termasuk salah satunya adalah cara penguburan jenazah dengan menaruhnya di gua-gua.

Tidak hanya di Gua Latea. Kuburan nenek moyang orang Pamona lainnya terdapat di Gua Pamona yang letaknya persis di tepi Danau Poso. Gua ini memiliki 12 ruang. Menurut Yustinus Hoke, orang Pamona dikuburkan di Gua Pamona ini berdasarkan kelas sosial masing-masing. Hanya saja tidak dijelaskan, di ruangan ke berapa menjadi kuburan bagi kalangan bangsawan dan di mana letak kuburan rakyat biasa.

Meski sebagai kuburan nenek moyang orang Pamona, tapi Gua Pamona ini tidak hanya menjadi tempat wisata yang indah untuk dikunjungi, tapi juga menjadi tempat bermain anak-anak setempat.

Gua Latea dan Gua Pamona, adalah dua cagar budaya di Kabupaten Poso. Kedua gua ini terakhir kali ramai dikunjungi pada 1997 lalu, ketika dilaksanakannya Festival Danau Poso (FDP) yang kesembilan.

Setelah meletusnya konflik Poso tahun 1998, praktis Gua Latea dan Gua Pamona ini tak lagi dikunjungi wisatawan maupun peneliti. "Iya, memang sejak kerusuhan, dua gua ini sudah sangat jarang dikunjungi," kata Pendeta Hengky Bawias.

Dan lebih menyedihkan lagi, pada FDP yang ke-10 tahun 2007 ini, pihak panitia tidak memasukan Gua Latea dan Gua Pamona sebagai tempat untuk dikunjungi. Padahal, menurut Pendeta Hengky Bawias, pada FDP ke-9 tahun 1997 lalu, Gua Latea merupakan salah satu tempat yang ramai dikunjungi oleh tamu lokal, tamu dari luar Poso maupun tamu mancanegara yang hadir pada FDP. (Ruslan Sangaji).

SUMBER: jurnalnasional.com
Dikliping Oleh Divisi Humas Forum Poso Bersatu
Email: posobersatu@gmail.com
Blog, Video, Lagu, dan Foto: http://posobersatu.multiply.com/

2 komentar:

  1. Unknown mengatakan...

    gua tsb sangat kuat nuansa mistisnya..trutama gua lathea dan sy sudah membuktikanya seorang diri ke gua tsb...buiiiihhh betul betul kuat dan dahsyat kekuatan alam dan isinya...

  2. Unknown mengatakan...

    kekuatan alam ghaib yg tergusur oleh waktu di tentena