”Kami sekarang seakan dilahirkan kembali. Setelah bertahun-tahun berusaha untuk saling mengubur rasa dendam, rasa saling curiga, barulah sekarang kami benar-benar merasakan perdamaian sesama warga Poso,” kata Muhammad Ramli, seorang pedagang di Pasar Sentral Poso.
Apa yang dikemukakan pedagang barang campuran itu, memang benar adanya. Poso yang pernah dilanda konflik menahun, hampir tidak pernah sepi dengan gangguan keamanan.
Walaupun Deklarasi Malino sudah disepakati kedua pihak yang bertikai, toh masih saja ada gangguan keamanan yang meresahkan warga. Malahan, ketika dilakukan pertemuan para deklarator Malino di Palu yang difasilitasi Menko Kesra HM Jusuf Kalla, masih saja terjadi kekacauan-kekacauan yang kembali menelan korban jiwa.
Namun setelah peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) di pusatkan di Poso, meski tidak dihadiri Presiden Megawati Soekarnoputri-hanya diwakili Mensos Bachtiar Chamsah, nuansa damai mulai membumi di tanah Poso.
Puncak peringatan HKSN yang dipusatkan di Poso tidak sia-sia, dan benar-benar membawa sasana kesejukan bagi warga Poso. Sejak kegiatan nasional itulah, sampai sekarang, tidak ada lagi insiden yang terjadi di Poso.
Kabupaten Poso menampakan perubahan yang sangat berarti. Dulu, masyarakat daerah itu terkesan seram. Orang Poso menyambut setiap pendatang dengan tatapan mata yang penuh curiga.
Bunyi ledakan bom rakitan dengan deringan tiang listrik menjadi simbol ketegangan. Tetapi kini semua berubah total. Orang Poso menyapa tamunya dengan santun dan ramah.
Tidak ada lagi tatapan mata yang mencurigakan dari warga Poso. Secara umum, indikasi yang dapat dijadikan ukuran bahwa Poso sudah aman, dapat dilihat suasana di pasar Sentral Poso.
Saban hari, pasar yang terletak di tengah kota itu sudah dipadati warga. Petani sudah berani membawa hasil-hasil perkebunannya untuk dijual di pasar, dan ketika mereka pulang membawa barang-barang kebutuhannya.
Sekarang pula, tidak ada lagi warga yang merasa ketakutan untuk pergi bekerja di kebun. Mereka tidak punya rasa ketakutan lagi jiwanya terancam. Malahan, rata-rata warga sudah berani menginap di kebunnya, yang dulunya untuk pergi ke kebun saja tidak ada yang berani.
”Sekarang memang Poso jauh berubah setelah peringatan HKSN. Acara itu seakan mengubur semua rasa dendam dan perselisihan sesama warga. Hikmah peringatan HKSN luar biasa bagi masyarakat Poso,” kata salah seorang tokoh masyarakat di Poso, H Jahja Mangun kepada SH.
Ketua MUI Kabupaten Poso itu menilai, kondisi yang kondusif sekarang ini perlu untuk dijaga semua pihak. Termasuk aparat keamanan. Sebab, biasanya, tingkah laku oknum aparat keamanan bisa menimbulkan insiden yang berakibat fatal.
Artinya, bilamana ada hal-hal kecil, hendaknya ditangani secara arif, tidak dengan kekerasan sehingga tidak menimbulkan efek yang bisa melahirkan anggapan Poso belum aman.
”Pokoknya, siapa saja yang melakukan pelanggaran hukum, aparat keamanan jangan pandang bulu, harus diselesaikan sesuai proses hukum. Sebab dengan demikian, akan ada rasa takut bagi warga untuk melakukan pelanggaran hukum, yang ketika terjadi konflik semua warga bisa saja berbuat sesukanya,” kata Jahja Mangun.
Indikasi umum lainnya yang mencerminkan Poso sudah relatif aman, adalah semakin banyaknya arus lalu lintas kendaraan pribadi maupun bus-bus dari Makassar ke Palu dan sebaliknya.
Jalur trans Sulawesi yang menghubungkan Kota Poso dengan Tentena sepanjang 58 km yang tadinya sangat sepi dengan arus lalu lintas, kini sudah kembali normal seperti sebelum terjadinya konflik. Malahan, bus-bus dan kendaraan pribadi tidak punya rasa takut lagi melewati jalur itu di malam hari. Padahal sebelumnya, sudah untung bila ditemukan satu bus yang lewat di jalur itu di siang hari.
”Dulu, dari Palu ke Kolonodale, Kabupaten Morowali, saya harus lewat siang hari di Tentena. Tetapi sekarang, saya lewat tengah malam pun, tidak ada lagi rasa was-was untuk dicegat. Saya merasakan kenyamanan untuk melintasi jalur itu,” kata Nyong, warga Palu yang kerap kali bolak-balik Palu-Kolonodale melewati Poso dan Tentena.
Bukan hanya suasana pasar dan jalur trans Sulawesi itu saja yang menjadi ukuran bahwa Poso benar-benar sudah aman. Tetapi aktifitas keseharian warga juga tampak sudah normal seperti sebelumnya. Sekolah-sekolah sudah berjalan seperti biasanya. Para guru yang tadinya banyak mengungsi, sudah kembali ke daerahnya untuk mengajar. Anak-anak sekolah yang juga ikut mengungsi, kini sebagian besar sudah kembali ke kampungnya dan mengikuti sekolah dengan baik.
”Setelah daerah kami dilanda konflik yang menahun, barulah sekarang benar-benar kami menikmati kedamaian. Memang, kami seakan baru dilahirkan kembali. Kondisi inilah yang menjadi modal besar bagi kami untuk kembali membangun Poso,” kata Bupati Poso Abd Muin Pusadan.
Menurutnya, dengan suasana yang ada sekarang, pemerintah setempat sudah menyusun prioritas-prioritas yang segera dibenahi. Antara lain, Pasar Sentral Poso sudah kembali difungsikan dengan baik oleh warga. Itu berarti, denyut perputaran perekonomian mulai berjalan kembali seperti semula.
Warga juga sudah mulai membenahi kembali kebun-kebunnya yang selama beberapa tahun terakhir ini tidak pernah dirawat. Itu pertanda, sudah mulai ada tanda-tanda kehidupan di Poso. Tetapi Bupati Muin Pusadan masih memprioritaskan pembangunan rumah tinggal sementara (RTS) di Poso.
Masih ribuan RTS yang harus dibangun. Sebab, dengan berdirinya RTS, praktis warga Poso yang sampai sekarang masih berada di daerah pengungsiannya akan segera kembali ke kampungnya. Mereka masih sangat diharapkan untuk segera kembali, sehingga Poso yang pernah dicabik-cabik pertikaian bisa kembali dibangun bersama-sama.
Bupati Poso menilai, terciptanya kondisi aman seperti sekarang ini, merupakan dari hasil kerja keras semua pihak yang berusaha untuk melupakan peristiwa-peristiwa berdarah yang menelan ratusan korban jiwa. Terutama kelompok-kelompok kerja (Pokja) yang dibentuk untuk mensosialisasikan 10 butir isi Deklarasi Malino. Paling tidak, sekitar dua tahun usaha -usaha itu dilakukan, dan barulah sekarang buahnya dinikmati, yaitu suasana damai.
”Damai itu indah, dan itulah yang dirasakan warga Poso sekarang. Kondisi itulah yang perlu dijaga bersama-sama. Kita semua sudah berupaya mengubur rasa dendam, saling curiga, dan sekaranglah kita memanen hasilnya, yaitu suasana damai,” kata Muin Pusadan.
Kubur Kecurigaan
Suasana yang digambarkan Muin itu memang semakin terasa bila kita ke Poso atau ke Tentena, dua daerah yang sebelumnya saling bermusuhan. Warga seakan mampu mengubur pelan-pelan suasana saling curiga-mencurigai itu. Masyarakat Poso kini mulai menunjukkan keberaniannya memasuki kota Tentena yang terkenal dengan keindahan panoramanya itu. Hal yang sama, juga diperlihatkan masyarakat Tentena, tidak ada keraguan lagi untuk melintas di pusat Kota Poso.
Masyarakat Tentena tidak pernah lagi menatap setiap pendatang di daerahnya dengan mata yang tajam. Suasana persaudaraan yang diperlihatkan semakin kental, seindah suasana Tentena yang dikelilingi Danau Poso yang memiliki air jernih. Pohon-pohon cengkeh yang tumbuh di sebelah barat Tentena, tertata rapi menambah kesan keindahan alamnya.
Dua penginapan di Tentena yang tadinya tidak terurus, kini mulai diufngsikan dengan baik. Di kota ini terdapat dua penginapan yang populer, Intim Danau Poso dan Pamona Indah. Kedua penginapan itu terletak di tepi Danau Poso. Salah seorang pelayan penginapan itu mengatakan, sebelum terjadi konflik, wisatawan asing maupun domestik tidak pernah kosong di dua penginapan itu. Tetapi sejak terjadinya konflik, apalagi tewasnya seorang warga Italia oleh penembak misterius, para bule pun tidak ada lagi yang berkunjung ke Tentena.
”Kami berharap, dengan kondisi yang sudah membaik seperti sekarang ini, akan banyak lagi bule yang datang melancong ke Tentena. Di sinilah para bule itu dapat menikmati makanan khas sogili (sejenis belut yang ada di dalam Danau Poso),” kata Noldi Tacoh, salah seorang tokoh di Tentena.
Tentena menurut Noldi, merupakan ibu kota Kecamatan Pamona Utara, memiliki 18 desa dan kelurahan. Kini memang sedang menata diri. Menariknya, lokasi permukiman belasan ribu pengungsi akibat konflik, sudah tertata rapi. Beberapa kamp penampungan pengungsi yang telah tertata rapi itu antara lain bekas landasan pacu pesawat terbang di Tentena.
”Mereka sekarang adalah pengungsi yang mandiri. Rumah-rumah itu dibangun atas swadaya masyarakat,” kata Noldi, Ketua Crisis Center Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Sejak beberapa pekan terakhir ini, menurut Noldi maupun Abd Malik Sjahadat, Wakil Bupati Poso, hampir sepanjang jalan terlihat warga yang membawa parang. Tetapi, parang bukan lagi untuk digunakan saling baku bunuh. Namun, warga menggunakan parang untuk membersihkan jalan-jalan utama yang selama terjadinya konflik nyaris ditutupi rerumputan karena tidak pernah ada orang yang membersihkannya.
”Tanpa diperintah, warga sendiri yang membersihkan jalan-jalan utama dari rerumputan yang sudah tumbuh menutupi badan jalan. Sebab sekarang ini mereka sudah mulai merasakan suasana kehidupan yang aman dan damai,” kata Malik Sjahadat.
Tampaknya, kerja Pokja untuk mensosialisasikan 10 butir isi Deklarasi Malino selama ini tidak sia-sia. Setelah warga memahami isi Deklarasi Malino yang diikuti dengan tindakan di lapangan, kini warga Poso menuai suasana damai seperti sebelum terjadinya konflik.(SH/tasman banto)
SUMBER: sinarharapan.co.id
Dikliping Oleh Divisi Humas Forum Poso Bersatu
Email: posobersatu@gmail.com
Blog, Video, Lagu, dan Foto: http://posobersatu.multiply.com
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar